Sabtu, 21 Maret 2009

FIRASAT


kisah





Tengah menjemput siang, pagi itu. Dari mimpi yang telah melarutkanku, sejenak fajar ku sandar. Sebab masih belum dapat ku mulai berangan dan ragaku pun belum sepenuhnya terisi nyawa.

Sejadah hitam tergeletak di sisiku, komputer pribadi, poster-poster tak berfilosofi, buku-buku bacaanku yang malas ku baca, mereka menatapku tajam, lurus, tanpa lepas pandangan. Pikirku cuma perasaan. Namun mereka tengah memberitahuku satu hal yang bahasanya tak ku mengerti. Dan tak ku ambil perduli. Lantas aku memberdirikan tubuhku yang layu. Atas segala kealpaan.

Keadaan masih berkelanjutan, ini pikiran juga belum dapat dimengerti. Menelan ketenangan. ;Kedua tangan dan kakiku beserta jemarinya ; ayunan langkahku ;kepala dan pemikiranku ;hati dan perasaanku, mogok berkegiatan.

Nyatanya, kau sedang ku khawatirkan. Sementara aku baru meninjau ketika datang malam. Pun perantara yang memata-mata dalam.

Kau, terlalu jauh dari pandangan. Adakah aku diantara benak dan pikiranmu menyatu?

Ah kau! Mau apa menguasai hatiku lama-lama? Sedang doa untukmu sudahkah sampai?

Ku tau kau punya banyak harapan atas kesembuhan. Tak begitu aku. Di tiap-tiap putaran bumi cuma mengemis pada bayang-bayangmu, mengikuti pada mauku. Tak sampai pada hasrat dan tujuannya.

(Malam menjelang, lagi aku terkapar di atas sprei putih. Sebelum berpejam, batin sering bersapa, "semoga mimpi indah menyertaimu, sayangku." Dan kelak, habis malam mengantarmu ke lembah pagi, kita bisa lebih sering lagi bertemu.)


. . . . . . . . . . . . . . . . . . . .

Ada rindu untukmu, dariku.




(dari kisah Rabu, 30 Juli 2008)




***









Hak cipta pada irvan r destriana;

1 komentar:

  1. w belum baca smuanya puisi lo van...

    tapi sejauh ni yg menarik buat w. "Tanpa" w suka ma puisi ni ga tau knapa........dan w jg suka "firasat".....

    hanya w agk bingung diawal puisi "firasat"

    tp keren c w suka..

    BalasHapus